"tidak adakah.... pelajaran yang dapat dipetik dari mengunjungi dan membaca Risalah elkahfie...??!!!"

Minggu, 26 September 2010

Sang Pemanah


"jika telah Sempurna akal seseorang, maka sedikitlah ia berbicara. Dan jika ada orang yang banyak bicara, anggaplah ia orang yang bodoh." (Ta'limul Muta'alim )

"Orang berakal senantiasa berfikir dahulu sebelum berbicara, sedangkan orang bodoh akan berbicara dahulu kemudian berfikir."

Dalam satu hari ini saja, coba ingat-ingat dengan siapa kita berbicara, Bicara apa dan kata-kata apa saja yang telah kita keluarkan. Coba ingat-ingat pula, bagaimana reaksinya ketika kita keluarkan kalimat-kalimat. Ketika memujinya, Ketika memberikan penghargaan atas perilakunya, Ketika menyalami dan mengucapkan do'a. Percayalah dari palung hati terbaik akan keluar diksi yang baik pula.
Dalam ucapan keluar kata-kata. Terkadang bila emosi, kata yang keluar bagai anak panah yang menyambar dan melukai hati orang lain. Teringat sebuah cerita tentang seorang anak muda yang pemarah dan Sang Kyai.

Alkisah: Seorang anak muda temperamental diserahkan orang tuanya kepada seorang Kyai desa di pedalaman untuk diberikan pelajaran. Di hutan, Sang Kyai memberikan dua puluh buah anak panah. "Anak muda..., sebelum kita berburu kijang atau burung. sebaiknya kamu latihan dulu..!!" ujar Sang Kyai. Ia pun memilih dua puluh pohon untuk menjadi sasarannya, namun dengan ketentuan, anak panah itu dilepas saat tempramennya naik alias sedang marah.
Hari demi hari berlalu.... Hampir semuanya anak panah habis karena ia tak kuat menahan amarah. Namun, frekuensi dari hari ke hari semakin lama semakin berkurang hingga ia mampu mengendalikan semua rasa amarahnya.
Berkatalah ia kepada Sang Kyai, "Kyai, kini saya dapat menahan amarah saya."
"Bagus..." ujar Sang Kyai, "Kalau begitu, kamu harus mencabuti satu hari satu anak panah, ketika kamu tidak marah."
hari berlalu tanpa amarah. Dan ia pun mencabuti setiap anak panah yang menancap di pohon-pohon.
Dengan menepuk punggung anak muda itu, Sang Kyai mengajaknya melihat lubang bekas anak panah di pohon-pohon itu. "Anak muda..., kau telah berhasil dengan baik. Tetapi, lihatlah bekas dari tancapan anak panahmu. Lihatlah lubang-lubang itu...!!!"
Dengan tatapan mata tajam, Sang Kyai melanjutkan kalimatnya, "Pohon itu tidak sama dengan sebelumnya... Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini...!!" sambil menunjuk lubang bekas anak panah.

Suasana hening....
Dengan penyesalan yang menggumpal di dada sang anak muda. Sang Kyai mengusap lubang bekas anak panah di pohon itu dan berujar. "Kamu dapat melesatkan anak panah lalu mencabutnya kembali. Tak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada. Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik...!!"
Begitulah, bahwa semua kata yang kita ucapkan akan memiliki dampak. Bila kata-kata yang membentuk kalimat itu merupakan kalimat kebaikan maka ia akan menghasilkan kebaikan pula. Ia akan menebarkan bibit kasih dan sayang.
Begitu pula sebaliknya... Jika kalimat yang kita keluarkan merupakan kalimat amarah dan emosi maka hasilnya tidak ada lain kecuali luka. Ya.., luka perasaan. seperti batang pohon yang di tancap panah.
Maka, marilah dengan segenap hati, perasaan dan rasio kita untuk mengendalikan segala kata yang kita keluarkan, Bila marah.

wie..

3 komentar:

  1. Lidah memang tidak bertulang....

    BalasHapus
  2. benar kata Rasululloh, apabila kamu marah maka duduklah, kalau tidak maka berbaringlah, atau ambil air wudhu lalu shalat ..
    emosi yg tak terkendali seringkali berujung pada penyesalan, semoga kita dilindungi dari perbuatan yg sia2 ..

    BalasHapus
  3. janganlah kamu marah..maka bagimu surga..

    BalasHapus