Senin, 05 Juli 2010
Pembuat Kain
Suatu hari... ada seorang hamba Allah yang ingin melakukan perjalanan ke Baitullah. Ia adalah seorang yang pandai membuat kain tenun. Kain-kain yang dihasilkannya memiliki kualitas yang baik dan tidak memiliki cela sedikitpun. Kemampuannya ini didasari atas ketekunannya yang tidak pernah berhenti ketika ia membuat sebuah kain tenun. Dari sinilah ia memiliki pemikiran untuk menjual sebuah kain tenun yang dibuatnya untuk bekal ia selama perjalanan menuju Baitullah.
Selama berminggu-minggu... ia dengan tekunnya mengerjakan kain itu dengan sangat teliti dan hati-hati. Siang malam tidak dapat mengekang keinginannya untuk mengerjakan kain itu agar ia bisa pergi ke Baitullah.
Beberapa minggu kemudian... ia menyelesaikan sehelai kain tenun yang dibuatnya. Dengan yakinnya ia membawa kain itu ke sebuah pasar. Dicarinya toko kain yang terbaik di pasar tersebut. Hingga akhirnya ia menemukan toko kain yang mampu membeli kain tenun dengan harga yang mahal.
Sesampainya di toko, ia disambut dengan senyum hangat dan sapa dari pemilik toko. Ketika ia datang ia melihat banyak kain-kain tenun yang baik kualitasnya dijual di sini. Sang tukang tenunpun yakin, harga kainnya akan dibayar dengan harga yang tinggi. Dan ia pun kemudian memberanikan diri menawarkan kainnya kepada sang saudagar.
Sang saudagar kemudian bertanya kepada sang pembuat tenun. “Ya hamba Allah berapa harus kubayar kain tenunmu jika engkau menjual kepadaku??...“, dengan yakinnya sang pembuat tenun berkata, “30 Dirham, wahai saudagar kain!!!.“
Saudagar kainpun meneliti dengan seksama kain tersebut. Dilihatnya dengan seksama, bolak balik kain itu dimainkan oleh tangannya sembari mengecek kualitas dari bahan tersebut. Cukup lama saudagar meneliti kualitas dari kain tersebut hingga akhirnya kain tenun yang dihargai sang pembuat tenun 30 Dirham, ternyata hanya dihargai 6 Dirham.
Tiba-tiba... sang pembuat kain tenun itu meneteskan air matanya dan menangis di depan sang saudagar. Sang saudagar bingung bukan kepalang, ia kemudian menaikkan harga kain tersebut menjadi 7 Dirham, namun tidak ada yang berubah dari seorang pembuat tenun. Ia menangis semakin keras, bahkan lebih keras daripada sebelumnya. Sang saudagar semakin bingung, hingga ia berkata “Ya hamba Allah... aku akan bayar kainmu 8 Dirham, namun ini adalah penawaran terakhir kepadamu. Jika kamu terima tawaranku akan kubayar saat ini juga, tetapi jika engkau tidak mau silahkan kau bawa kembali kainmu.“ Sang pembuat tenun tetap menangis bahkan kali ini tangisannya sangat memilukan melebihi tangisan sebelumnya.
Sang saudagarpun bingung hingga kemudian ia mendekati sang pembuat tenun seraya bertanya, “Ya hamba Allah... Sebenarnya apa yang membuat hatimu bersedih dan menangis. Apakah karena tawaranku ini????“
Kemudian sang pembuat tenun ini menggelengkan kepalanya, seraya berkata “bukan, bukan karena itu saudagar“. Saudagar itupun kemudian menanyakan kembali kepadanya, “lantas apa yang membuat engkau bersedih?“. Mendengar pertanyaan itu ia kemudian menceritakan ihwal yang menyebabkan ia bersedih.
“Ketahuilah wahai saudagar... aku menangis bukan karena tawaran yang engkau berikan kepadaku. Aku menangis karena memikirkan ibadahku selama ini, jika engkau yang ahli dalam menilai sebuah kain bisa menilai dengan baik kualitas pekerjaan yang aku kerjakan. Lantas bagaimana Allah menilai ibadahku selama ini????... Selama ini aku menjalankan semua perintahnya, wajib dan sunah sudah kukerjakan semua. Bahkan setiap tahun aku tidak pernah meninggalkan perintah haji. Lantas apakah penilaianku terhadap ibadahku selama ini sama seperti penilaian Allah kepada diriku. Aku yang menghabiskan waktu siang dan malan hanya untuk mengerjakan kain tenun itu saja, yang aku pikir harganya akan mencapai 30 dirham... ternyata hanya dihargai 8 Dirham, lantas bagaimana dengan ibadahku selama ini?...”
****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar